Halaman

Rabu, 28 September 2011

teologi islam


TUGAS
RESUMAN BUKU TEOLOGI ISLAM TENTANG KAUM MU’TAZILAH

Mata Kulia: Ilmu kalam
Dosen Pengampu: Drs. H. Ahmad Qodim suseno, MSi


logo







Disusun Oleh:
Adi putra
152081141



JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2011
KAUM MU’TAZILAH
A.    GOLONGAN KAUM MU’TAZILAH
Muktazilah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang dikenal bersifat rasional dan liberal. Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya adalah pandangan-pandangan teologisnya yang lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil 'aqliah (akal) dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut “aliran rasionalis Islam”. Muktazilah didirikan oleh Wasil bin Atha' pada tahun 100 H/718 M.
Dr. Ibrahim Madkour menyebut orang-orang Muktazilah sebagai pendiri ilmu kalam yang sebenarnya. Karena hampir setiap pemikiran penting dalam ilmu kalam ditemukan landasannya di kalangan mereka. Muktazilah telah membahas sebagian problematika ilmu kalam pada tahun-tahun pertama abad ke-2 H. mereka serius menggelutinya selama satu setengah abad. Muktazilah merupakan aliran rasional yang membahas secara filosofis problem-problem teologis yang tadinya belum ada pemecahan. Dengan nama studi tentang akidah, Muktazilah sebenarnya juga membahas masalah moral, politik, fisika dan metafisika. Mereka membentuk suatu pemikiran yang berkonsentrasi membahas masalah Tuhan, alam dan manusia.
Secara garis besar, aliran Muktazilah melewati dua fase yang berbeda, yakni fase bani Abbasiyah dan fase bani Buwaihi. Generasi pertama mereka hidup di bawah pemerintahan bani Umayyah, namun untuk waktu yang tidak terlalu lama. Meski demikian, generasi awal inilah yang menancapkan tonggak awal Muktazilah sehingga bisa eksis di masa-masa berikutnya, bahkan sampai saat ini.
B.       LATAR BELAKANG MUNCULNYA ALIRAN MUKTAZILAH
Aliran ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Munculnya aliran Muktazilah sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murjiah mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut orang Khawarij, orang mukmin yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir. Sementara itu, kaum Murjiah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi kedua pendapat yang kontroversial ini, Wasil bin Atha' yang ketika itu menjadi murid Hasan Al Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahalui gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara keduanya. Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat di antara surga dan neraka, maka orang itu dimasukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir.
Pendapat Wasil bin Atha' yang kemudian menjadi salah satu doktrin Muktazilah yakni al manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Setelah mengeluarkan pendapatnya ini, Wasil bin Atha' pun akhirnya meninggalkan perguruan Hasan al Basri dan lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok itulah yang menjadi cikal bakal aliran Muktazilah. Setelah Wasil bin Atha' memisahkan diri, sang guru yakni Hasan al Basri berkata: ''I'tazala 'anna Wasil (Wasil telah menjauh dari diri kita). Menurut Syahristani, dari kata i'tazala 'anna itulah lahirnya istilah Muktazilah. Ada lagi yang berpendapat, Muktazilah memang berarti memisahkan diri, tetapi tidak selalu berarti memisahkan diri secara fisik. Muktazilah dapat berarti memisahkan diri dari pendapat-pendapat yang berkembang sebelumnya, karena memang pendapat Muktazilah berbeda dengan pendapat sebelumnya. Selain nama Muktazilah, pengikut aliran ini juga sering disebut kelompok Ahl al-Tauhid (golongan pembela tauhid), kelompok Ahl al-Adl (pendukung faham keadilan Tuhan), dan kelompok Qodariyah. Pihak lawan mereka menjuluki kelompok ini sebagai golongan free will dan free act, karena mereka menganut prinsip bebas berkehendak dan berbuat.
Ketika pertama kali muncul, aliran Muktazilah tidak mendapat simpati umat Islam, terutama di kalangan masyarakat awam karena mereka sulit memahami ajaran-ajaran Muktazilah yang bersifat rasional dan filosofis. Alasan lain mengapa aliran ini kurang mendapatkan dukungan umat Islam pada saat itu, karena aliran ini dianggap tidak teguh dan istiqomah pada sunnah Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Aliran Muktazilah baru mendapatkan tempat, terutama di kalangan intelektual pada pemerintahan Khalifah al Ma'mun, penguasa Abbasiyah.
Kedudukan Muktazilah semakin kokoh setelah Khalifah al Ma'mun menyatakannya sebagai mazhab resmi negara. Hal ini disebabkan karena Khalifah al Ma'mun sejak kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan filsafat dan ilmu pengetahuan. Dan pada masa kejayaan itulah karena mendapat dukungan dari penguasa, kelompok ini memaksakan alirannya yang dikenal dalam sejarah dengan peristiwa Mihnah (Pengujian atas paham bahwa Alquran itu makhluk Allah, jadi tidak qadim). Jika Alquran dikatakan qadim, berarti ada yang qadim selain Allah, dan ini hukumnya syirik.
C.      TOKOH-TOKOH MUKTAZILAH
Tokoh-tokoh Muktazilah yang terkenal ialah:
1. Wasil bin Ata’, lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
2. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun lima ajaran asas Muktaziliyah.
3. an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
4. Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Jubba’i (849-915 M).
D.   AJARAN MUKTAZILAH
Muktazilah mempunyai lima ajaran asas yaitu :
1. Al-Tauhid التوحيد :
Ø  Muktazilah percaya kepada Tauhid yaitu Tuhan itu satu. Mereka berbeda dalam menerangkan tentang konsep Tauhid supaya sejalan dengan wahyu dan akal. Contoh akal manusia tidak cukup kuat untuk mengetahui segalanya karena itu manusia memerlukan wahyu untuk sampai kepada kesimpulan yang berkenaan dengan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk mereka." Konsep Tauhid ini diterangkan dalam hasil kerja cendekiawan Muktazilah, hakim agung Abd al-Jabbar ibn Ahmad.
Ø  al-Qur'an ialah makhluk.
Ø  Tuhan di alam akhirat kelak tak terlihat oleh mata manusia. Mereka berdalil dalam firman Allah Ta’ala :
" قال رب أرنى أنظر إليك قال لن ترانى "
Artinya :“Maka Nabi Musa berkata: Wahai Tuhan ku perlihatkanlah kepadaku dzat Mu yang Maha Suci supaya aku dapat memandang kepada Mu, Allah menjawab: Engkau tidak sekali-kali dapat melihat Ku”
Mereka menafikan penglihatan itu berdasarkan kepada tafsiran mereka akan perkataan “لن” yang menafikan masa sekarang dan akan datang.
2. Al-'Adl العدل - Keadilan Tuhan.
maksud dari keadilan menurut aliran ini adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak (masyi’ah) Allah, firman Allah : “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. (Az-Zumar:7) Menurut mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu mereka namakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah. Al-Wa’du Wal-Wa’id.
D.    IDIOLOGI YAN MENYIMPANG MENYIMPANGI
1.      Mendahulukan akal daripada al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Ijma’ Ulama.
2.      Mengingkari adzab kubur, syafa’at Rasulullah untuk para pelaku dosa, ru’yatullah (dilihatnya Allah) pada hari kiamat, timbangan amal di hari kiamat, Ash-Shirath (jembatan yang diletakkan di antara dua tepi Jahannam), telaga Rasulullah di padang Mahsyar, keluarnya Dajjal di akhir zaman, telah diciptakannya Al-Jannah dan An-Naar (saat ini), turunnya Allah ke langit dunia setiap malam, hadits ahad (selain mutawatir), dll.
3.      Vonis mereka terhadap salah satu dari dua kelompok yang terlibat dalam pertempuran
KESIMPULAN
Kaum Muktazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama ”kaum rasionalis Islam”.
Secara harfiyah muktazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran muktaziliyah (memisahkan diri) muncul di Basrah, Irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha’ (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Basri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Aliran ini menyebut dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi).
Perlawanan terhadap muktazilah tetap berlangsung, yaitu mereka (yang menentang) muktazilah dan kemudian membentuk aliran teologi tradisional yang di gagas oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (935 M) yang semula seorang muktazilah. Aliran ini lebih dikenal denagn al- Asy’ariah. Disamarkand muncul pula penentang muktazilah yang dimotori oleh Abu Mansyur Muhammad al-Maturidi (994 M). Aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini tidak setradisional al-Asy’ariah tetapi juga tidak seliberal Muktazilah.
Berdasarkan uraian pembahasan di atas bahwa sejarah munculnya aliran muktazilah ini tidak lepas dari pengaruh perbedaan-perbedaan paham dan dalam hal sejarah perkembangan teologi, pemikiran, doktrin-doktrin keagamaan dan lainnya.
TANGGAPAN SAYA

Dialog dengan baik dan bijak. Tidak mengkafirkan mereka. Imam Malik dan Syafi’i mengatakan: ”tidak diterima persaksian dari golongan Muktazilah”. Maknanya para Imam mazhab belum memfonis takfir terhadap mereka, walaupun pandangan mereka terhadap beberapa masalah keliru. Abu Zahra mengatakan bahwa kaum ini memiliki kebaikan, mereka selalu berdialog dengan menggunakan akal mereka bersama kaum zindiq untuk mempertahankan agama Allah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar